Kategori

Film (1) Kids (1) Opini (1) Parenting (1) Puisiku (6) Random (1) Referensi (4) Sastra (1) Sex Education (1)

Rabu, 28 Desember 2011

Diam..


Heningnya malam sungguh hening
Mengetuk pintu yang sengaja kututup
Riuh suara mata-mata itu memandang
Selalu tampak hina tanpa penghargaan

Dinginnya pagi terasa amat dingin
Menusuknya sendiri dan merasa sakit
Adakah mereka menyadari
Dan ranting itu pun rapuh dan jatuh

Dan jangan tanyakan bagaimana panasnya siang
Membakar jiwa-jiwa sedih kering tanpa amarah lagi
Hanya diam itu yang tak dapat mengartikan



By : Putri Vidi

Jumat, 16 Desember 2011

PENDIDIKAN DASAR DAN KARAKTER INDIVIDU MASA KINI SEBAGAI PENERUS BANGSA



Pendidikan Sekolah Dasar sebagai pendidikan dasar adalah setelah masa pengenalan masa bermain sambil belajar (taman kanak-kanak) merupakan suatu keharusan yang sangat vital dan sentral. Mengapa demikian? Sebab SD tempat berkumpulnya anak-anak yang usianya sangat rentan untuk menerima dan cenderung menyimpan apa yang mereka sudah lihat, dengar dan pelajari. Pendidikin awal yang berasal dari keluarga akan mereka terapkan pada jenjang pendidikan ini.

Pada realitasnya anak usia SD memiliki kecenderungan untuk lebih segan terhadap guru-gurunya disekolah. Nah pertanyaannya apakah guru dewasa ini dapat mentransfer ilmunya dengan benar dan efektif? Disinilah titik sentralnya, kekurang tepatan penanaman nilai moral dasar yang betul-betul didasari oleh kesadaran akan hak dan tanggung jawab akan menjadi hal yang membuat proses kedepannya akan berjalan dengan kurang benar. Bila hal itu terjadi, berulang, dan dibiarkan tanpa ada yang tahu apa yang seharusnya dilakukan, maka akan tercipta suatu siklus yang dapat penulis katakan sebagai siklus perusak individu yang membuat para penerus bangsa tidak berada pada titik tertinggi sebagai seorang individu yang unggul.

          Penulis akan mulai dari hal yang pertama dan utama dalam tripusat pendidikan yang mendasari Sistem Pendidikan Nasional.
Keluarga.Keluarga sebagai hal yang sangat penting. Seorang anak dalam hal ini dikatakan sebagai individu mendapatkan ilmu-ilmu dasar dari keluarga. Seperti makan menggunakan tangan kanan, mengucapkan salam ketika masuk rumah dan sebagainya. Nah, bagaimanakah peranan orang tua yang semestinya diajarkan kepada anak? Menurut pandangan penulis, tidak ada orang tua yang akan mengajarkan hal yang tidak baik kepada anak-anaknya. Tentu saja seharusnya kebaikan disini adalah kebaikan bagi semua. Baik menurut orang tua itu sendiri, sesuai dengan aturan yang berlaku di negara kita dan semoga baik untuk anak itu sendiri. Orang tua akan mengajarakan hal-hal dasar yang akan kemudian anak kembangkan di sekolah dasar. Disini penulis akan membagi dua golongan keluarga yang akan menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang sekolah dasar.
            Pertama, Golongan keluarga yang berkecukupan dan orang tua mempunyai  pendidikan yang tinggi. Pada Golongan ini keluarga berkecenderungan akan berusaha memasukkan anaknya kedalam sekolah yang mempunyai prestise tinggi, dengan kurang meimikirkan apakah si anak akan senang bersekolah ditempat itu? Satu hal yang perlu diingat, apabila kondisi psikologi anak kurang nyaman dengan pilihan tempat belajarnya akan menghambat proses penyerapan ilmu. Tekanan pada golongan ini juga cenderung lebih tinggi, misalnya apaabila anak tersebut tidak dapat diterima maka akan berusaha melakukan tindakan kolusi atau “menitipkan” anak-anaknya keorang-orang yang mungkin dekat dengan mereka. Digaris bawahi, INI MERUPAKAN LANGKAH AWAL YANG TELAH TIDAK JUJUR DAN MEMILIKI KECENDERUNGAN BERULANG KEJENJANG BERIKUTNYA.  Lalu tekanan agar si anak yang menjadi yang terbaik tanpa mempertimbangkan kemampuan si anak tersebut

Kedua, golongan keluarga yang taraf ekonominya lebih dibawah dan orang tua tidak memiliki pendidikan yang terlalu tinggi. Pada golongan ini orang tua sepertinya tidak terlalu mempermasalahkan dimana anak mereka bersekolah, kadang-kadang akan timbul sikap masa bodoh, yang mereka tahu anak mereka tetap menuntut ilmu dan akan mendapatkan ijazah untuk melanjutkan kejenjang berikutnya. Tapi mirisnya, kadang-kadang sekolah pilihan mereka tidak sesuai dengan standar mutu pendidikan. Sarana dan prasarana yang kurang akan menjadikan proses belajar mengajar menjadi tidak efektif.

Kemudian kita akan masuk kedalam tahapan sekolah. Dan kembali penulis akan menempatkan tokoh sentral dalam hal ini yaitu GURU. Guru sebagai pengajar yang  baik seharusnya dapat berperan bukan hanya sebagai pendidik dalam hal kognitif tetapi juga dalam hal sikap, mental, moral dan agama. Tapi apakah semua guru sudah memenuhi kriteria tersebut? Penulis berani menyimpulkan bahwa hanya sebagian kecil yang memenuhi standar seperti itu. Timbul kembali pertanyaan mengapa demikian? Bukankanh untuk seorang menjadi guru harus melewati proses yang sangat panjang dan berat, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, perguruan tinggi dan sebagainya? Perlu dipahami berbicara masalah pendidikan adalah berbicara mengenai hal yang sangat kompleks dan menyangkut segala aspek kehidupan dan akan membuat siklus berantai yang apabila sudah ada sistem yang salah maka akan sulit menemukan kebenaran didepannya.
Orientasi masyarakat Indonesia saat ini adalah bagaimana berlomba-lomba menjadi PNS terutama guru. Dengan iming-iming waktu mengajar yang Cuma setengah hari, menerima tunjangan dan dana pensiun akan membuat orang berlomba-lomba menjadi guru. Mencari guru yang benar-benar berkualitas kita harus barbalik kenbelakang dan melihat alurya, apakah si Guru ini semasa sd sudah tanpa tekanan ? tertempa pikiran dan mentalnya utuk jadi pribadi yang unggul? apakah selama proses pendidikan sudah lepas dari namanya KKN? Apakah proses selama menuntut ilmu dilakukan dengan baik dan benar? Apakah istilah menyontek telah hilang dari kamusnya? Apakah sewaktu masuk perguruan tinggi dan memilih jurusan untuk menjadi seorang guru memang berdasarkan cita-citanya bukan karena keinginan orang tua atau tekanan-tekanan lain yang melencengkan niat untuk menjadi seorang abdi bangsa semisal mengangkat gengsi dan kehidupan yang lebih baik secara materi? Keluarga guru? Apakah si guru ini bersih dari stilah “letjen”? si guru ini menjadi mahasiswa yang baik semasa berkuliah? Menyusun skripsinya sendiri? Menjalani pogram sertifikasi semata-mata untuk meningkatkan keprofesionalan bukan dengan maksud yang lain? Dan akan ada banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang akan timbul setelahnya.

Menurut pandangan penulis ketika seorang telah dapat lepas dari segelintir pertanyaan-pertanyaan diatas maka bisalah disebut sebagi guru yang baik secara akademik dan mental, sudah pantas untuk kembali mendidik anak-anak usia sekolah dasar yang akan menjadi penerus bangsa.

Tetapi apabila hal tersebut bertolak belakang bisa kia bayangkan bagaimana seorang yang sudah dari awal tidak menunjukkan guru yang baik akan mengajar anak-anak kita?
Guru mempunyai tanggung jawab yang sngat besar dan berat terutama guru sekolah dasar untuk melahirkan generasi-generasi yang baik. Tapi apa jadinya bila seorang guru itu tidak melewati proses yang baik? Anak-anak sekolah dasar yang tentunya telah ikut dalam alur yang sistemnya salah akan memilki kecenderungan melakukan hal yang sama pada jenjang-jenjang pendidikan selanjutnya, ketingkat sekolah menengah peryama dan sekolah menengah atas akan menambanh beban tersendiri yaitu tuntutan hasil yang baik dari pemerintah. Hal ini penulis yakini akan menimbulkan masalah yang akan semakin rumit, logikanya bila anak mempunyai minta dan disiplin belajar yang kurang kesekolah hanya sebagai rutinitas, kesekolah untuk ajang bergaul dan menonjolkan eksistensi diri dan sehari-hari hanya mampu menadaptkan nilai 6 maka bagaimana bisa hasil akhirnya bisa menjadi 9? Apakah dalam waktu 3 hari sampai satu minggu anak-anak yang prosesnya biasa-biasa saja bisa setara dengan anak yang sehari-hari unggul dalam proses akademik? Dan sperti penulis katakan ini akan menjadi suatu siklus yang akan berulang, lalu bagaimana kita bisa berharap penerus bagsa kita merupakan individu yang gemilang? Mereka dari produk sistem yang salah hanya akan menjadi output-output yang mentalnya sudah jatuh dan rusak. Maka marilah kita menjadi pembaharu, memutus siklus yang tidak benar itu mejadi guru yanbg unggul, bukankah tidak ada kata terlambat? Karena apabila sistem yang rusak itu dibiarkan penyakit-penyakit mental yang ada dipenjuru negeri kita Indonesia akan semakin kronis dan smakin rumit. Kita bisa menjadi guru yang baik yang berkualitas karena tentunya kita akan malu bila menyebut negar kita sendiri adalah negara yang memelihara budaya yang menghasilkan generasi yang tidak unggul secara pkiran dan mental. Sekali lagi penulis katakan Guru mempunyai peran yang sangat sentral dan vital bukan hanya sekedar pendidik tetapi juga menjadi pembaharu untuk kehidupan bangsa yang lebih baik dimasa depan.






















Minggu, 11 Desember 2011

Sebab..

Sebab aku adalah wanita yang mendekap segala emosi
Sebab emosi itu membuncah deras meyapu sukma
Ada amarah terpancar dan redup atas segala cerita semu
Sebab mereka adalah bukan aku…

Sebab waktu-waktu tak memihakku
Dan kehampaan masih saja perih terasa
sebab aku rapuh akan segala upaya
Dan terus aku bertarung bersama logika

Aku ini bintang malam
Tapi aku bukan juga kejora yang diharap
Ketika awan kegelapan menyelimuti nurani
Aku masih seperti ini
Sebab aku adalah wanita yang mendekap segala emosi


By : Putri Vidy

Minggu, 04 Desember 2011

Pendidikan Sepanjang Hayat


Pendidikan sepanjang hayat (PSH) atau pendidikan seumur hidup yang secara operasional sering pula disebut pendidikan sepanjang raga (long life education) bukanlah sesuatu yang baru. Pada abad 14 yang lampau, tepatnya pada zaman Nabi Muhammad Saw ide dan konsep itu telah disiarkannya dalam bentuk suatu imbauan, dalam haditsnya:
اُØ·ْÙ„ُبُÙˆُا العِÙ„ْÙ…َ Ù…ِÙ†َ المَÙ‡ْدِ اِلىَ اللََّØ­ْدِ
artinya :”Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai sejak di buaian hingga liang lahat”.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dari dahulu sudah dapat dilihat bahwa pada hakikatnya orang belajar sepanjang hidup, meskipun dengan cara yang berbeda dan melalui proses yang tidak sama.
          Manusia sejatinya ingin terus mengaktualisasikan dirinya, hal ini dilakukan dengan cara terus belajar, pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar akan terus mengeksistensikan kemampuan yang ada dalam dirinya. Ilmu pengetahuan memang tak akan lekang oleh perubahan-perubahan yang seringkali timbul. Melalui proses belajar yang terus menerus manusia tentunya dapat mengeksplor apa yang ada pada dirinya dan lingkungan sekitarnya.
          Pendidikan sepanjang hayat tidak hanya sebatas pada pendidikan formal untuk mencapai nilai-nilai akademik tetapi secara luas pendidikan itu dapat diperoleh dengan berbagai cara bukan sekedar pandai tetapi menjadikan manusia cerdas.
          Kemampuan untuk terus mencari dan mengeksplor ini merupakan suatu proses yang diharapkan akan menjadi suatu dasar untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam skala kecil maupun besar (global). 
         Manusia dikaruniai akal dan nafsu, karena itulah manusia membutuhkan pendidikan untuk mengarahkan potensi akalnya dan mampu mengendalikan nafsunya dengan ilmu yang didapatnya.
Pendidikan adalah rangkaian proses yang tak berpangkal
ujung, kecuali manusia itu sudah mati. Manusia bisa terus berada dalam proses
pendidikan sepanjang ia hidup, entah dengan mendidik dirinya atau mendidik
generasi penerusnya. Tak peduli ia sekolah ataupun tidak, setiap orang sesungguhnya seorang edukator jika ia menyadarinya dan mau mengemban tanggung jawab itu.
Pada awalnya sistem pendidikan bersifat elitis, yaitu hanya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan inteletual saja yang terlepas dari kehidupan manyarakat. Sistem pendidikan dibangun secara hirarkis, berjenjang dimana setiap jenjangnya berfungsi sebagai filter untuk menempuh pendidikan yang lebih atas. Kesempatan pendidikan hanya dimiliki oleh kalangan elit, sementara itu kelompok masyarakat lapisan bawah kesempatan sangat terbatas. Seiring dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi, serta ekonomi, system pendidikan system pendidikan tersebut dipandang tidak sesuai lagi. Untuk dapat menyelaraskan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi begitu pesat pada abad 20-an, anggota masyarakat harus selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya, maka diperlukan pendidikan yang berkelanjutan.
Melalui keinginan untuk terus berubah berdasarkan perkembangan ataupun perubahan-perubahan yang terjadi maka suatu konsep pendidikan sepanjang hayat terbentuk, pendidikan yang berhak didapatkan oleh siapa saja, laki-laki, perempuan, tua, muda, apapun status dan latar belakangnya.
1.   Perubahan Ilmu dan Teknologi Menuntut Orang untuk Menyesuaikan
Yang mudah kita amati adalah kemajuan teknologi, yang pada dasarnya adalah penerapan sejumlah ilmu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kemajuan ilmu yang mendorong kemajuan teknologi telah menyebabkan adanya banyak perubahan di segala bidang kehidupan. 
Perubahan itu dapat dipandang menguntungkan, misalnya banyak problem-problem yang mampu diatasi dengan hadirnya teknologi baru, sehingga kehidupan manusia dapat menjadi lebih mudah, praktis, bisa lebih murah, menyenangkan. Perubahan itu dapat jugs dianggap tidak menguntungkan, karena, cepatnya perubahan kadang sulit diikuti oleh mereka yang lamban, dapat menghilangkan mats pencaharian seseorang karena kerja manusia digantikan oleh mesin.
Dalam masyarakat yang sudah menerapkan teknologi, perubahan yang ada kadang menuntut manusia di dalamnya untuk menyesuaikan. Dalam masyarakat industri maju, orang, akan amat tersiksa jika terbatas pengetahuannya. Semakin maju suatu masyarakat semakin menuntut agar warganya mempunyai pengetahuan yang memadai. Pengetahuan itu perlu selalu ditambah, diperbaharui selaras dengan informasi, pengetahuan baru yang ada.
Pada masyarakat yang lebih maju, menuntut warganya belajar terus belajar tanpa henti atau dengan kata lain belajar sepanjang hayat. Warga masyarakat akan mengalami kesulitan apabila, sampai ketinggalan dari pengetahuan baru yang memasyarakat. Dengan kata lain, hubungan antara sumber daya manusia yang cerdas juga akan mempengaruhi kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi, dan hal ini akan terus berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Seorang ahli pendidikan yang bekerja untuk UNESCO, salah satu lembaga bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa untuk itu warga masyarakat tidak saja harus man belajar terus menerus, tetapi harus sekaligus gemar belajar. Hanya dengan cara demikian orang dapat menerima kemajuan ini sebagai bagian dari cara hidup yang baru, dan menerimanya tanpa beban dan keluhan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada perubahan sosial dimasayarakat. Perubahan-perubahan inipun bersifat positif  maupun negatif. Dari sisi positif kemajuan ini akan mempermudah dalam melaksanakan kegiatan kita sehari-hari seperti komputer yang membantu seseorang menyelesaikan tugas-tugasnya tapi disisi lain pun keadaan yang seperti ini akan menimbulkan pandangan praktis, dan tanpa disadari atau tidak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mempengaruhi gaya hidup seseorang, mencakup berbagai kebutuhan fisik dan nonfisik, mempengaruhi interaksi seseorang dengan dunianya.

2.    PEMERATAAN PENDIDIKAN
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality dan equity. Equality atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama. Pendidikan dalam kasus ini adalah pemerataan pendidikan aspek equity.
Pada era globalisasi peluang untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dari suatu negara akan semakin besar jika didukung oleh SDM yang memiliki: (1) pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan dinamika pembangunan yang tengah berlangsung; (2) jenjang pendidikan yang semakin tinggi; (3) keterampilan keahlian yang berlatarbelakang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); dan (4) kemampuan untuk menghasilkan produk-produk yang, baik dari kualitas maupun harga, mampu bersaing dengan produk-produk lainnya di pasar global. Menurut McRay (1994), fenomena kemajuan ekonomi bangsa-bangsa di Asia Timur pada dasarnya merujuk pada faktor-faktor: (1) keluwesan untuk melakukan diversifikasi produk sesuai dengan tuntutan pasar; (2) kemampuan penguasaan teknologi cepat melalui reverse engineering (contoh: computer clone); (3) besarnya tabungan masyarakat; (4) mutu pendidikan yang baik; dan (5) etos kerja. Diantara faktor-faktor tersebut, pendidikan (faktor 4) adalah merupakan simpul atau katalisator yang menyebabkan faktor-faktor 1,2,3 dan 5 terjadi. Ilustrasi ini memberikan gambaran tentang betapa pembangunan pendidikan sebagai upaya pengembangan sumberdaya manusia (SDM) menjadi semakin penting dalam pembangunan suatu bangsa.
Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.
Pemerataan pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang sangat rumit. Ketidakmerataan pendidikan di Indonesia ini terjadi pada lapisan masyarakat miskin. Faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan ini disebabkan oleh faktor finansial atau keuangan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mahal biaya yang dikeluarkan oleh individu. Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada taraf yang tidak berkecukupan. Masyarakat menganggap bahwa banyak yang lebih penting daripada sekedar membuang-buang uang mereka untuk bersekolah. Selain itu, biaya pendidikan di Indonesia yang relatif mahal jika dibandingkan negara lain meskipun biaya di beberapa tingkat pendidikan telah dibebaskan.
Terlihat bahwa faktor biaya menjadikan pendidikan masyarakat miskin menjadi lebih rendah dibandingkan masyarakat kota. Akses tempat tinggal pun dapat menjadi faktor rendahnya pendidikan masyarakat miskin. Masyarakat miskin yang biasanya bertempat tinggal di desa-desa memiliki akses jalan yang sulit dijangkau. Sehingga pendidikan yang masuk ke dalam masyarakt miskinpun  menjadi minim, padahal desa dapat membantu perekonomian menjadi lebih baik. Disini terlihat dari Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah namun Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang memiliki pendidikan, sehingga SDA yang melimpah kurang dimanfaatkan sebaik mungkin. Tidak hanya ditekankan pendidikan formal saja untuk dapat mengelola SDA, bisa saja pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan pemerintah untuk warga miskin agar dapat memanfaatkan SDA sebaik mungkin sehingga dapat memajukan dan membangun perekonomian.
Fenomena yang ada di Indonesia cukup ironis. Banyaknya lulusan sekolah tingkat menengah dan perguruan tinggi setiap tahunnya, ternyata tidak sebanding dengan lowongan pekerjaan yang disediakan. Hal itu jelas menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Bahkan angka pengangguran mencapai 9,5% per tahun. Untuk menuju pemerataan pendidikan yang efektif dan menyeluruh, kita perlu mengetahui beberapa permasalahan mendasar yang dihadapi sektor pendidikan kita. Permasalahan itu antara lain mengenai keterbatasan daya tampung, kerusakan sarana prasarana, kurangnya tenaga pengajar, proses pembelajaran yang konvensional, dan keterbatasan anggaran. Hal inipun menjadi faktor pengaruh pendidikan masyarakat miskin menjadi rendah.
Ironisnya biaya pendidikan semakin melambung tinggi tanpa mampu dikendalikan bahkan oleh pemerintah sekalipun. Tentu saja hal ini semakin memupuskan harapan rakyat miskin untuk mampu menjamah pendidikan yang layak dan berkualitas. Padahal pendidikan adalah hak mendasar dari setiap warganegara dalam rangka memperbaiki masa depan hidup generasi bangsa..
Dengan seiring berjalannya waktu, mengingat bahwa pendidikan itu sangat penting karena merupakan faktor yang menunjang kemajuan suatu negara, maka dewasa ini pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan masyarakatnya, hal itu dapat dilihat sejak tahun 1984, Indonesia telah berupaya untuk memeratakan pendidikan formal Sekolah Dasar, kemudian dilanjutkan dengan Wajib Belajar Sembilan Tahun pada tahun 1994. Selain itu, pemerintah semakin intensif untuk memberikan bantuan berupa beasiswa, seperti Gerakan Orang Tua Asuh, Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Akan tetapi hal utama yang paling penting dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran untuk terus ingin belajar tanpa memandang batas usia dan segala latar belakang, terus belajar baik itu secara formal maupun non formal.

3.   Efektifitas Pendidikan Sepanjang Hayat
Pada dasarnya pendidikan sepanjang hayat dimulai sejak kita lahir dimulai dari sosialisasi yang diajarkan orang tua kepada anaknya, hal ini semakin didukung dengan pendidikan formal yang diterima disekolah. Pendidikan sepanjang hayat sangat baik diberikan sejak dini agar muncul rasa cinta manusia terhadap pendidikan sehingga rasa ingin tahu itu selalu muncul dan ini menyebabkan manusia akan terus belajar dan mengeksplor apa yang ada disekitarnya. Pendidikan sepanjang hayat juga mempunyai wadah untuk mengembangkan kemampuan seseorang yang ingin terus belajar.

Pendidikan sepanjang hayat berwadahkan di semua lembaga pendidikan, sumber-sumber informasi, sesuai dengan kepentingan perseorangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, lembaga dari pendidikan sepanjang hayat adalah lembaga pendidikan yang selama ini kita kenal, yaitu
1.    Pendidikan Persekolahan
2.    Pendidikan Luar Sekolah
3.    Sumber informasi baik berupa terbitan buku, majalah atau media massa baik cetak atau elektronik ataupun sajian dalam Internet.
Wadah pendidikan sepanjang hayat adalah semua lembaga pendidikan yang ada. Wadah mana yang dipakai, tergantung pada apa yang diperlukan oleh individu. Banyaknya pendidikan luar sekolah yang di awal Indonesia hanya merdeka hanya kursus mengetik, steno, dan memegang buku (administrasi keuangan) kini sudah banyak sekali ragamnya dan kurus steno semakin surut jumlahnya karma hadirnya teknologi baru.
Media belajar juga pesat perkembangannya. Secara informal orang dapat belajar lewat televisi, radio, komputer. Orang dapat, belajar di tempat, di gedung di mana lembaga pendidikan itu berada tetapi dapat pula belajar jarak jauh. Inilah perluasan wadah untuk belajar yang tedadi saat ini. Karma pendidikan sepanjang hayat berwadahkan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pertambahan dan perluasan lembaga pendidikan juga merupakan pertambahan dan perluasan wadah pendidikan sepanjang hayat.

Bakat dan Kreatifitas


SUB.UNIT 1
BAKAT DAN KREATIFITAS

PENGERTIAN BAKAT
          Peserta didik adalah anak-anak yang memilki cirri-ciri istimewa misalnya bakat yang diturunkan dari orang tua atau nenek moyangnya. Setiap individu memilki karakteristik yang berbeda-beda, termsuk dalam bidang dan kadang dari bakat yang dimilikinya.
          Renzulli (Munandar, 1999) mengungkapkan bahwa yang menentukan keberbakatan seorang individu tidak hanya karena kemampuan umumnya berada diatas rata-rata, melainkan juga kreativitas dan pengikatan diri terhadap tugas (task commitment). Munandar (Ali dan Asrori, 2005) menegaskan bahwa bakat (aptitude) mengandung makna kmemapuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu dikembangkan dan dilatih lebih lanjut.
          Seniawan (Ali dan Asrori, 2005) menyimpulkan bahwa bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Bakat umum apabila kemampuan yang berupa potensi itu bersifat umum, misya bakat intelktual umum, sedangkan bakat khusus apabila kemampuan yang berupa potensi itu bersifat khusus, misalnya bakat akademik, bakat kinestetik, bakat seni atau bakat sosial.
          Dengan bakat, memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, tetapi untuk mewujudkan bakat kedalam suatu prestasi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan motivasi. Jika seseorang yang memilki potensi bakat music tetapi tidak memperoleh kesempatan mengembangkannya, maka bakat tersebut tidak akan berkembang dan terwujud dengan baik (menghasilkan prestasi).
          Berkaitan dengan hal tersebut, U.S Office of Education menekankan bahwa anak berbakat memerlukan pelayanan dan program pendidikan khusus sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat dan untuk pengembangan diri sendiri. Jadi, bakat adalah seberapa baik seseorang memiliki kemampuan pada bidang kemampuan atau keterampilan khusus dengan berlatih. Bakat dapat dikembangkan secara maksimal melalui latihan dengan motivasi yang tinggi. Selain itu, bakat ditentukan oleh seberapa baik kemampuan umum, kreativitas dan komitmen siswa dalam menyelesaikan tugas. Bakat yang berkembang secara maksimal akan memberikan sumbangan yang berarti, abaik untuk masyarakat maupun untuk pengembangan diri siswa yang bersangkutan.
         

HUBUNGAN ANTARA BAKAT DAN PRESTASI
          Menurut Munandar (Ali dan Asrori, 2005) Perwujudan nyata dari bakat adalah prestasi karena bakat sangat menentukan prestasi seseorang. Sekalipun demikian orang yang berbakat belum tentu berprestasi. Hal ini karena bakat bersifat potensial yang membutuhkan lat  ihan dan pengembangan secara maksimal. Bakat khusus yang dikembangkan sejak dini akan daopat terealisasi dalam bentuk prestasi unggul. Berdasarkan penelitian terakhir, ditemukan bahwa sekitar 20% siswa SD dan SMP menjadi anak yang underachiever, artinay prestasi belajar yang mereka peroleh berada dibawah potensi atau bakat intelektual yang sesungguhnya mereka milki.

PENGERTIAN KREATIFITAS
          Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oloeh pakar berdasarakan sudut pandang masing-masing. Perbrdaan sudut pandang ini menghasilkan berbagai definisi kreativitas dangan penekanan yang berbeda-beda. Barrong (Ali dan Asrori, 2005) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, meskipun tidak mesti baru sama sekali. Hurlock (1978) menegaskan bahwa kreatifitas merupakan gabungan adari gagasan atau produk lama kedalam bentuk baru. Dengan demikian, yang lama menjadi dasar untuk menghasilkan yangng baru.
          Guilford (Ali dan Asrori, 2005) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Slah satunya adalah kemampuan berfikir divergen. Kemampuan berfikir divergen merupan kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan.
          Menurut Munandar (Ali dan Asrori, 2005) nmengungkapkan bahwa : “ Kreatifitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, penulisan, keluwesan, orsinalitas dalam berfkir serta kemampauan untuk mnekolabarosikan satu gagasan.” Utami Munandar membahas lebih mendalam bahwa kreatifitas merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan dapat mendukung berkembangnya kreatifitas dan dapat menghambat perkembangannya.

HUBUNGAN ANTARA KREATIFITAS DAN INTELEGENSI
          Apakah orang yang kreatif selalu memiliki intelegensi yang tinggi, atau apakah seseorang yang intelegensinya tinggi juga kreatif? Berdasarkan teori “ Ambang Intelegensi untuk kreatifitas”, sampai tingkat intelegensi tertentu yang diperkirakan seputar IQ 120, pada hubungannya yang erta antara intelegensi dan kreativitas. Produk kreativitas yang tinggi memerlukan tingkat intelegensi yang tinggi pula.
          Hurlock (1978) mengemukakan bahwa tidak smeua orang dengan kecerdasan yang tinggi merupakn pencipta. Misalnya, banyak anak yang mencapai keberhasilan akademis, tetapi hanay sedikit yang menunjukkan cara berfikir kreatif, korelasi yang tinggi anatar kecverdasan dan kreativitas yang tinggi sebagian besar bergantung pada faktor diluar kreatifitas dan kecerdasan. Kreativitas yang mengarah kepenciptaan sesuatu yang baru bergantung pada kemamapuan untuk mendapatkan pengetahuan yang sudah umum diterima. Pengetahuan tersebut kemudian diolah kedalam bentuk baru dan orisinal. Kreativitas tidak dapat berfungsi kedalam kekosongan, kreativitas menggunakan pengetahuan yang diterima sebelumnya dan bergantung pada kemampuan intelektual seseorang.




 *******************************************************

SUB. UNIT 2
IDENTIFIKASI PENGUKURAN BAKAT DAN KREATIVITAS

ALASAN MENGIDENTIFIKASI BAKAT KREATIF
          Mengindetifikasi bakat kreatif siswa-siswi merupakan Sesutu yang penting bagi seorang guru SD/MI karena alas an berikut :
1.    Kreatifitas sangat bermakna dalam kehidupan, kreatifitas tidak hanya bermanfaat bagi siswa itu sendiri, tetapi juga dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat luas.
2.    Melalui pengukuran dan identifikasi bakat kreatif, akan ditemukan pula siswa-siswa yang kemampuan kreatifnya sangat rendah. Bagi siswa-siswa demikian, seorang guru harus melakukan remediasi kemampuan kreatif
3.    Dengan maemahami bakat kreatif siswa yang terpendam, guru dapat terbantu untuk merancang kegiatan yang menantang dan menarik bagi siswa sehingga tercapai tujuan pembelajaran.

MENGIDENTIFIKASI LIMA BIDANG BAKAT KHUSUS
Berdasarkan definisi dari U.S Office of Education, bidang-bidang keberbakatan bakat dapat didefinisikan sebagai berikut :
1.    Bakat Akademik Khusus
Dalam mengidentifikasi bakat akademik khusus. Seorang guru dapat menggunakan test prestasi akademis. Test prestasi akademis bertujuan menguku pemebelajaran, pengetahuan tentang fakta dan prisip, dan kemampuan untuk  menerapkannya dalam situasi sehari-hari (Munandar, 1999).
2.    Bakat Kreatif
Alat untuk mengidentifikasi bakat kreatif yang berlaku di Indonesia diantaranya kreatifitas verbal. Test ini terdiri dari 6 sub.test yang mengukur dimensi berfikir divergen. Setiap sub.test, mengukur aspek yang berbeda dari berfikir kreatif. Ke-6 sub.test dari test kreatifitas verbal adalah permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, macam-macam penggunaan, dan apa akibatnya. (Munandar 1999).
3.    Bakat Seni
Mengenali bakat seni bergantung pada metode abservasi yang dinilai oleh ahli dalam bidang seni. Diharapkan ahli-ahli tersebut tidak hanya menilai kemampuan reproduktif dibidanf seni, tetapi juga kemampuan inovatif melalui kecenderungan-kecenderungan untuk dapat melepaskan diri dari bentuk seni yang konvensional tradisioanal (Munandar, 1999).
4.    Bakat Psikomotor
     Kemamapuan psikomotor tidak hanya diperlukan dalam berolahraga namun juga  berbagai kegiatan lain sperti memainkan alat musik dan drama, dan menari dsb. Derajat keterampilan motorik yang diperlukan masing-masing kegiatan tersebut berbeda-beda dalam melakukan identifikasi kemampuan psikomotorik, diperlukan pemahaman mengenai kemampuan-kemampuan yang terkiat dengan psikomotorik yang akan diukur. 
5.    Bakat Sosial
Bakat sosial didefinisikan oleh Marlan (Munandar, 1999) sebagai bakat kepemimpinan yang tidak hanya mencakup kemampuan intelektual, tetapi juga kepribadian. Berdasarkan tujuan teori dari riset ditemukan bahwa faktor yang paling erat kaitannya dengan kepemimpinan (Stogdill, dikutip Katena dalam Munandar, 1999) adalah : Kapasitas, prestasi, tanggung jawab, peran serta, status , dan situasi.




*******************************************************
 
SUB. UNIT 3
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BAKAT DAN KREATIFITAS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BAKAT KHUSUS
          Bakat sebagai potensi masih memerlukan latihan dan pengembangan agar dapat diwujudkan dalam bentuk prestasi. Sejumlah yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus dikelompokkan ke dalam 2 golongan yaitu faktor intrernal dan faktor eksternal (Alim dan Asrori, 2005). Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Farktor-faktor internal tersebut mengcangkup: minat, motif berprestasi,keberanian mengambil resiko, ulet dan tekun, serta kegigihan dan daya juang.
          Adapun faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan tempat seorang anak tumbuh dan berkembang. Faktor-faktor eksternal meliputi: kesempatan maksimal untuk mengembangkan diri, sarana dan prasarana, dan dukungan dan dorongan orang tua/keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan pola asuh.
          Siswa yang memiliki ketekunan, kegigihan, keberanian, dan motif berprestasi yang tinggi, serta minat pada bidang tertentu akan mampu mengembangkan bakatnya dengan dukungan/dorongan dari lingkungan, melalui kempatan yang diberikan untuk  berlatih dan alat-alat yang diperlukan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan bakat dan minat anak).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KREATIVITAS
          Kreativitas membutuhkan ransangan dari lingkungan untuk berkembang secara optimal. Beberapa faktor yang mnentukan yaitu: 
1)   Kebebasan : orang tua yang percaya untuk memberikan kebebasan kepada anak. Orang tua tidak otoriter, tidak terlalu membatasi kegiatan anak,dan tidak terlalu cemas mengenai anak mereka.
2)   Respek: orang tua yang menghormaati anaknya sebagai individu, percaya akan kemampuan anak mereka, dan menghargai keunikan anak mereka. Sikap orang tua seperti ini akan menumbuhakn kepercayaan diri anak untuk melakukan sesuatu yang orsinal.
3)   Kedekatan emosi yang sedang: kreativitas akan dihambat dengan suasana emosi yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau rasa terpisah. Tetapi, keterikatan emosi yang berlebihan juga tidak menunjang pengembangan kreativitas karena anak bergantung kepada orang lain dalam menentukan pendapat atau minat.
4)   Prestasi bukan angka: Orang tua anak kreatif menghargai prestasi anak, mendorong anak untu berusaha sebaik-baiknya, dan menghasilkan karya-karya yang baik. Tetapi, mereka tidak terlalu menekankan mencapai angka atau nilai tinggi atau mencapai peringkat tertinggi.
5)   Orang tua aktif dan mandiri: Sikap orang tua terhadap diri sendiri amat penting karena orang tua merupaka model bagi anak. Orang tua anak yang kreatif merasa aman dan yakin tentang diri sendiri. Tidak memperdulikan status sosial dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial.
6)   Menghargai kreativitas: anak yang kreatif memperolah banyak dorongan dari orang tua untuk melakukan hal-hal yang kreatif.

 
KENDALA-KENDALA DALAM MENGEMBANGKAN BAKAT DAN KREATIVITAS
          Kendala terhadap produktifitas kreatif dapat bersifat internal, yaitu berasal dari individu itu sendiri. Kendala internal yaitu keyakinann bahwa lingkunganlah yang menyebabkan dirinya tidak mempunyai kesempatan mengembangkan kreativitasnya. Keyakinan ini akan menghambat orang untuk mencoba melakukan sesuatu yang baru, karena pada dasarnya mereka masih tergantung  pada ada/tidaknya persetujuan dari lingkungan terhadap pendapat/tindakan yang mereka pilih (Shallcross dalam Munandar, 1999).
           Kendala eksternal antara lain yang dikemukakan oleh Rogers (Munandar, 1999) yaitu tentang evaluasi. Menurut Rogers, untuk memupuk kreativitas, pendidik tidak memberikan evaluasi, atau setidaknya menunda memberikan evaluasi sewaktu anak sedang berkreasi. Bahkan menduga akan dievaluasi pun dapat mengurangi kreativitas anak.
            Tindakan apresiasi nyang berlebihan pun hendaknya disampaikan sesudah anak mencapai prestasi. Kecenderungan orang tua dan pendidik menjanjikan sesuatu yang berlebihan kepada anak sebagai syarat bagi pencapaian prestasi akan menghambat anak untuk berkreasi.